Om
swastyastu, semoga para pembaca artikel ini dalam keadaan sehat, Amin.
Apa
yang terlintas dipikiran Anda jika mendengar kata “Bali”? apakah keindahan
pantainya, pasir putih yang membentang luas, sate lilit yang mengugah selera,
atau mungkin tari kecaknya yang unik. Pernahkah kain berwarna hitam-putih yang
sangat mudah dijumpai ketika berada di Bali terlintas dipikiran Anda pertama
kali? Baiklah jika tidak mari kita bersama mengetahui seputar kain yang sangat
disakralkan oleh masyarakat Bali itu.
Kain
berwarna hitam dan putih tersebut biasa disebut oleh masyarakat Bali sebagai
Saput Poleng. Saput Poleng memiliki corak kotak-kotak persegi dengan warna
hitam dan putih seperti papan catur sangat mudah dijumpai di hampir seluruh
sudut di Bali, baik di pura, di patung-patung, di kawasan wisata, dan bahkan
digunakan sebagai busana dalam acara khusus masyarakat Bali.
Bagi
masyarakat Bali, Saput Poleng memiliki fungsi khusus dan istimewa, Saput Poleng
digunakan oleh masyarakat Bali dalam berbagai acara keagamaan yang sifatnya
sakral. Namun ada kalanya kain ini juga digunakan dalam hal-hal yang sifatnya
profan dan sekuler.
Dalam
bahasa Bali, Saput Poleng memiliki arti yaitu “Saput” artinya selimut dan
“Poleng” berarti belang. Dalam kontek adat Bali, “Saput” juga bermakna busana,
yang dalam bahasa Bali disebut “ Wastra”. Sehingga Saput Poleng dapat diartikan
sebagai busana bercorak kotak persegi berwarna hitam dan putih yang
dipergunakan secara khusus.
Tidak
hanya satu jenis Saput Poleng saja, menurut tradisi masyarakat Bali terdapat
tiga jeis Saput Poleng yang memiliki perbedaan satu sama lain, ketiga jenis
Saput Poleng tersebut yaitu Saput Poleng Rwabhineda, Saput Poleng Sudhamala,
dan Saput Poleng Tridatu.
Saput Poleng Rwabhineda berwarna
putih dan hitam. Warna terang dan gelap sebagai cermin baik dan buruk.
Rwabhineda juga berarti 2 hal yang berbeda dan yang selalu berdampingan serta
tidak bisa dipisahkan yakni hitam-putih, baik-buruk, utara-selatan,
panjang-pendek, tinggi-rendah, dan sebagainya. Rwabhineda ini diharapkan
menjadi penyembang energi positif dan energi negatif yang ada sehingga tidak
ada yang mendominasi satu sama lain. Karena apabila salah satunya ada yang
mendominasi maka auranya akan menjadi buruk dan dipercaya akan mendatangkan
bencana
Saput Poleng Sudhamala berwarna
putih, hitam dan abu. Abu sebagai peralihan hitam dan putih,. Artinya
menyelaraskan yang baik dan buruk. Saput Poleng Sudhamala merupakan cerminan Rwabhineda
yang diketengahi oleh perantara sebagai penyelaras perbedaan dalam rwabhineda.
Kain Poleng Tridatu melambangkan
ajaran Triguna yakni satwam, rajah, tamah. Warna putih identik dengan kesadaran
atau kebijaksanaan (satwam), warna merah adalah energi atau gerak (rajah) dan
warna hitam melambangkan penghambat (tamah).
Saput
Poleng adalah sebagai simbol masyarakat Hindu di Bali dan penggunaannya ini khusus dalam artian tidak dipergunakan di sembarang
tempat dan sembarang acara atau kesempatan. Melainkan hanya ditempat khusus dan
acara khusus saja.
Ketika Anda berada di Pulau Dewata
maka sangat dengan mudah menjumpai Saput poleng di berbagai sudut. Saput Poleng
yang sering digunakan diantaranya yaitu :
Pura-Pura di Bali terdiri dari beberapa bangunan pura yang
masing-masing disebut ‘pelinggih’. Kelompok bangunan suci umat Hindu di Bali
ini, memiliki tata-letak yang khas yang terdiri dari tiga wilayah: (1) wilayah
paling dalam disebut ‘jeroan’ yang murapakan mandala utama; (2) wilayah tengah
disebut ‘jaba-tengah’ yang merupakan mandala madya; dan (3) wilayah luar
disebut ‘jabaan’ yang merupakan mandala paling luar. Saput Poleng ini khusus
dipergunakan untuk bangunan pura termasuk patung yang berada di wilayah paling
luar. Selain di pura, juga dipergunakan sebagai umbul-umbul dan payung yang
ditancapkan di wilayah pura paling luar juga.
Pekarangan dan rumah orang Bali pun menggunakan tata ruang
dan tata letak tiga mandala seperti pura dalam, tengah dan luar. Saput
Poleng dipergunakan di wilayah paling luar, di pura dan patung yang terletak di
pekarangan paling luar, biasanya gerbang rumah.
Saput Poleng juga dipergunakan sebagai busana untuk
orang Bali itu sendiri. Saput Poleng ini khusus dipergunakan hanya pada
saat sedang melaksanakan tugas adat ,sehubungan dengan upacara dan upakara
di wilayah luar baik itu di pura, rumah atau desa adat. Pecalang misalnya,
adalah orang Bali yang sedang melaksanakan tugas adat untuk mengamankan suatu
upacara di wilayah luar. Oleh sebab itu para Pecalang biasanya menggunakan
Saput Poleng kain kotak-kotak hitam putih sebagai kain, baju dan ikat kepala
(udeng/destar).
Tak hanya penuh yang
fisolofi dan kisah dibaliknya kain/Saput Poleng juga memiliki estetika
tersediri. Tidak seperti kain-kain nusantara lainnya yang memiliki ragam motif
dan warna, Saput Poleng secara umum hanya memiliki empat warna yaitu hitam,
putih, abu-abu, dan merah.
Meskipun hanya bercorak
persegi dengan warna tersebut, Saput Poleng tak kalah indah dengan kain-kain
semisal batik ataupun songket. Inilaah keistimewaan yang dimiliki oleh
kain/Saput Poleng khas Bali. kain
/ Saput Poleng bagi masyarakat Bali sendiri secara keseluruhan adalah sebagai
lambang kesucian dan penyeimbang antara hal-hal yan negatif dan positif. Agar
keduanya tidak ada yang mendominasi sehingga tidak akan menimbulkan bencana
bagi masyarakat bali. Oleh karenanya kain / Saput Poleng itu sendiri masih
dianggap memiliki makna yang sangat sakral dan tetap dipercaya memiliki
filosofi yang dapat melindungi masyarakat Bali.
As claimed by Stanford Medical, It's in fact the ONLY reason women in this country get to live 10 years more and weigh an average of 42 pounds less than we do.
BalasHapus(And realistically, it is not related to genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING about "HOW" they are eating.)
BTW, I said "HOW", and not "WHAT"...
Tap on this link to discover if this little test can help you release your true weight loss potential